From: XXXXXXX
Sent: 17 Maret 2003 8:53
To: Roziqin
Subject: Tujuh kali naik Haji tidak bisa melihat Ka'bah
"Kubur adalah rumah akhirat pertama, Bila selamat dikubur, maka yang
setelahnya menjadi lebih mudah, bila tidak selamat di kubur, maka yang
setelahnya lebih sulit." (HR. Tirmidzi dan Ibn Majah)
**************************************************************************
*******************
Wanita ini luar biasa kejinya, ia mencari uang dengan berbagai cara,
tukar menukar bayi, bahkan memasukkan jimat ke dalam mulut jenazah yang
dimandikannya. Ketika ajalnya tiba, bumi tak mau menerimanya. Ia mati
tergulung api.
*****
Sebagai seorang anak yang berbakti kepada orang tuanya, Hasan (bukan nama
sebenarnya), mengajak ibunya untuk menunaikan rukun Islam yang kelima.
Sarah (juga bukan nama sebenarnya), sang Ibu, tentu senang dengan ajakan
anaknya itu. Sebagai muslim yang mampu secara materi, mereka memang
berkewajiban menunaikan ibadah Haji.
Segala perlengkapan sudah disiapkan. Singkatnya ibu anak-anak ini
akhirnya berangkat ke tanah suci. Kondisi keduanya sehat wal afiat, tak
kurang satu apapun. Tiba harinya mereka melakukan thawaf dengan hati dan
niat ikhlas menyeru panggilan Allah, Tuhan Semesta Alam. "Labaik allahuma
labaik, aku datang memenuhi seruanMu ya Allah".
Hasan menggandeng ibunya dan berbisik, "Ummi undzur ila Ka'bah (Bu,
lihatlah Ka'bah)." Hasan menunjuk kepada bangunan empat persegi berwarna
hitam itu. Ibunya yang berjalan di sisi anaknya tak beraksi, ia terdiam.
Perempuan itu sama sekali tidak melihat apa yang ditunjukkan oleh
anaknya. Hasan kembali membisiki ibunya. Ia tampak bingung melihat raut
wajah ibunya. Di wajah ibunya tampak kebingungan. Ibunya sendiri tak
mengerti mengapa ia tak bisa melihat apapun selain kegelapan. beberapakali
ia mengusap-usap matanya, tetapi kembali yang tampak hanyalah kegelapan.
Padahal, tak ada masalah dengan kesehatan matanya. Beberapa menit yang
lalu ia masih melihat segalanya dengan jelas, tapi mengapa memasuki
Masjidil Haram segalanya menjadi gelap gulita.
Tujuh kali Haji
Anak yang sholeh itu bersimpuh di hadapan Allah. Ia shalat memohon
ampunan-Nya. Hati Hasan begitu sedih. Siapapun yang datang ke Baitulah,
mengharap rahmatNYA. Terasa hampa menjadi tamu Allah, tanpa menyaksikan
segala kebesaran-Nya, tanpa merasakan kuasa-Nya dan juga rahmat-Nya.
Hasan tidak berkecil hati, mungkin dengan ibadah dan taubatnya yang
sungguh-sungguh, Ibundanya akan dapat merasakan anugrah-Nya, dengan
menatap Ka'bah, kelak. Anak yang saleh itu berniat akan kmebali membawa
ibunya berhaji tahun depan. Ternyata nasib baik belum berpihak kepadanya.
Tahun berikutnya kejadian serupa terulang lagi. Ibunya kembali dibutakan
di dekat Ka'bah, sehingga tak dapat menyaksikan bangunan yang merupakan
symbol persatuan umat Islam itu. Wanita itu tidak bisa melihat Ka'bah.
Hasan tidak patah arang. Ia kembali membawa ibunya ke tanah suci tahun
berikutnya. Anehnya, ibunya tetap saja tak dapat melihat Ka'bah. Setiap
berada di Masjidil Haram, yang tampak di matanya hanyalah gelap dan gelap.
Begitulah keganjilan yang terjadi pada diri Sarah. hingga kejadian itu
berulang sampai tujuh kali menunaikan ibadah haji.
Hasan tak habis pikir, ia tak mengerti, apa yang menyebabkan ibunya
menjadi buta di depan Ka'bah. Padahal, setiap berada jauh dari Ka'bah,
penglihatannya selalu normal. Ia bertanya-tanya, apakah ibunya punya
kesalahan sehingga mendapat azab dari Allah SWT ?. Apa yang telah
diperbuat ibunya, sehingga mendapat musibah seperti itu ? Segala
pertanyaan berkecamuk dalam dirinya. Akhirnya diputuskannya untuk mencari
seorang alim ulama, yang dapat membantu permasalahannya. Beberapa saat
kemudian ia mendengar ada seorang ulama yang terkenal karena kesholehannya
dan kebaikannya di Abu Dhabi (Uni Emirat).
Tanpa kesulitan berarti, Hasan dapat bertemu dengan ulama yang dimaksud.
Ia pun mengutarakan masalah kepada ulama yang saleh ini. Ulama itu
mendengarkan dengan seksama, kemudian meminta agar Ibu dari hasan mau
menelponnya. anak yang berbakti ini pun pulang. Setibanya di tanah
kelahirannya, ia meminta ibunya untuk menghubungi ulama di Abu Dhabi
tersebut. Beruntung, sang Ibu mau memenuhi permintaan anaknya. Ia pun mau
menelpon ulama itu, dan menceritakan kembali peristiwa yang dialaminya di
tanah suci. Ulama itu kemudian meminta Sarah introspeksi, mengingat
kembali, mungkin ada perbuatan atau peristiwa yang terjadi padanya di masa
lalu, sehingga ia tidak mendapat rahmat Allah. Sarah diminta untuk
bersikap terbuka, mengatakan dengan jujur, apa yang telah dilakukannya.
"Anda harus berterus terang kepada saya, karena masalah Anda bukan masalah
sepele," kata ulama itu pada Sarah. Sarah terdiam sejenak. Kemudian ia
meminta waktu untuk memikirkannya. Tujuh hari berlalu, akan tetapi ulama
itu tidak mendapat kabar dari Sarah. Pada minggu kedua setelah percakapan
pertama mereka, akhirnya Sarah menelpon.
"Ustad, waktu masih muda, saya bekerja sebagai perawat di rumah sakit,"
cerita Sarah akhirnya.
"Oh, bagus.....Pekerjaan perawat adalah pekerjaan mulia," potong ulama
itu.
"Tapi saya mencari uang sebanyak-banyaknya dengan berbagai cara, tidak
peduli, apakah cara saya itu halal atau haram," ungkapnya terus terang.
Ulama itu terperangah. Ia tidak menyangka wanita itu akan berkata
demikian.
"Disana...." sambung Sarah, "Saya sering kali menukar bayi, karena tidak
semua ibu senang dengan bayi yang telah dilahirkan. Kalau ada yang
menginginkan anak laki-laki, padahal bayi yang dilahirkannya perempuan,
dengan imbalan uang, saya tukar bayi-bayi itu sesuai dengan keinginan
mereka."
Ulama tersebut amat terkejut mendengar penjelasan Sarah.
"Astagfirullah......" betapa tega wanita itu menyakiti hati para ibu yang
diberi amanah Allah untuk melahirkan anak. bayangkan, betapa banyak
keluarga yang telah dirusaknya, sehingga tidak jelas nasabnya. Apakah
Sarah tidak tahu, bahwa dalam Islam menjaga nasab atau keturunan sangat
penting. Jika seorang bayi ditukar, tentu nasabnya menjadi tidak jelas.
Padahal, nasab ini sangat menentukan dalam perkawinan, terutama dalam
masalah mahram atau muhrim, yaitu orang-orang yang tidak boleh dinikahi.
"Cuma itu yang saya lakukan," ucap Sarah.
"Cuma itu ?" tanya ulama terperangah. "Tahukah anda bahwa perbuatan Anda
itu dosa yang luar biasa, betapa banyak keluarga yang sudah Anda hancurkan
!". ucap ulama dengan nada tinggi.
"Lalu apa lagi yang Anda kerjakan ?" tanya ulama itu lagi sedikit kesal.
"Di rumah sakit, saya juga melakukan tugas memandikan orang mati."
"Oh bagus, itu juga pekerjaan mulia," kata ulama
"Ya, tapi saya memandikan orang mati karena ada kerja sama dengan tukang
sihir."
"Maksudnya ?". tanya ulama tidak mengerti.
"Setiap saya bermaksud menyengsarakan orang, baik membuatnya mati atau
sakit, segala perkakas sihir itu sesuai dengan syaratnya, harus dipendam
di dalam tanah. Akan tetapi saya tidak menguburnya di dalam tanah,
melainkan saya masukkan benda-benda itu ke dalam mulut orang yang mati ."
"Suatu kali, pernah seorang alim meninggal dunia. Seperti biasa, saya
memasukkan berbagai barang-barang tenung seperti jarum, benang dan
lain-lain ke dalam mulutnya. Entah mengapa benda-benda itu seperti
terpental, tidak mau masuk, walaupun saya sudah menekannya dalam-dalam.
Benda-benda itu selalu kembali keluar. Saya coba lagi begitu seterusnya
berulang-ulang. Akhirnya, emosi saya memuncak, saya masukkan benda itu dan
saya jahit mulutnya. Cuma itu dosa yang saya lakukan."
Mendengar penuturan Sarah yang datar dan tanpa rasa dosa, ulama itu
berteriak marah.
"Cuma itu yang kamu lakukan ?". "Masya Allah....!!! Saya tidak bisa bantu
anda. Saya angkat tangan".
Ulama itu amat sangat terkejutnya mengetahui perbuatan Sarah. Tidak pernah
terbayang dalam hidupnya ada seorang manusia, apalagi ia adalah wanita,
yang memiliki nurani begitu tega, begitu keji. Tidak pernah terjadi dalam
hidupnya, ada wanita yang melakukan perbuatan sekeji itu. Akhirnya ulama
itu berkata, "Anda harus memohon ampun kepada Allah, karena hanya Dialah
yang bisa mengampuni dosa Anda."
Bumi menolaknya
Setelah beberapa lama, sekitar tujuh hari kemudian ulama tidak mendengar
kabar selanjutnya dari Sarah. Akhirnya ia mencari tahu dengan
menghubunginya melalui telepon. Ia berharap Sarah telah bertobat atas
segala yang telah diperbuatnya. Ia berharap Allah akan mengampuni dosa
Sarah, sehingga Rahmat Allah datang kepadanya. Karena tak juga memperoleh
kabar, ulama itu menghubungi keluarga Hasan di mesir. Kebetulan yang
menerima telepon adalah Hasan sendiri. Ulama menanyakan kabar Sarah,
ternyata kabar duka yang diterima ulama itu.
"Ummi sudah meninggal dua hari setelah menelpon ustad," ujar Hasan
Ulama itu terkejut mendengar kabar tersebut. "Bagaimana ibumu meninggal,
Hasan ?". tanya ulama itu.
Hasanpun akhirnya bercerita :
Setelah menelpon sang ulama, dua hari kemudian ibunya jatuh sakit dan
meninggal dunia. Yang mengejutkan adalah peristiwa penguburan Sarah.
Ketika tanah sudah digali, untuk kemudian dimasukkan jenazah atas ijin
Allah, tanah itu rapat kembali, tertutup dan mengeras. Para penggali
mencari lokasi lain untuk digali. Peristiwa itu terulang kembali. Tanah
yang sudah digali kembali menyempit dan tertutup rapat. Peristiwa itu
berlangsung begitu cepat, sehingga tidak seorangpun pengantar jenazah yang
menyadari bahwa tanah itu kembali rapat. Peristiwa itu terjadi
berulang-ulang. Para pengantar yang menyaksikan peristiwa itu merasa ngeri
dan merasakan sesuatu yang aneh terjadi. Mereka yakin, kejadian tersebut
pastilah berkaitan dengan perbuatan si mayit.
Waktu terus berlalu, para penggali kubur putus asa dan kecapaian karena
pekerjaan mereka tak juga usai. Siangpun berlalu, petang menjelang, bahkan
sampai hampir maghrib, tidak ada satupun lubang yang berhasil digali.
Mereka akhirnya pasrah, dan beranjak pulang. Jenazah itu dibiarkan saja
tergeletak di hamparan tanah kering kerontang.
Sebagai anak yang begitu sayang dan hormat kepada ibunya, Hasan tidak tega
meninggalkan jenazah orang tuanya ditempat itu tanpa dikubur. Kalaupun
dibawa pulang, rasanya tidak mungkin. Hasan termenung di tanah perkuburan
seorang diri. Dengan ijin Allah, tiba-tiba berdiri seorang laki-laki yang
berpakaian hitam panjang, seperti pakaian khusus orang Mesir. Lelaki itu
tidak tampak wajahnya, karena terhalang tutup kepalanya yang menjorok ke
depan. Laki-laki itu mendekati Hasan kemudian berkata padanya," Biar aku
tangani jenazah ibumu, pulanglah !". kata orang itu.
Hasan lega mendengar bantuan orang tersebut, Ia berharap laki-laki itu
akan menunggu jenazah ibunya. Syukur-syukur mau menggali lubang untuk
kemudian mengebumikan ibunya. "Aku minta supaya kau jangan menengok ke
belekang, sampai tiba di rumahmu, "pesan lelaki itu. Hasan mengangguk,
kemudian ia meninggalkan pemakaman. Belum sempat ia di luar lokasi
pemakaman, terbersit keinginannya untuk mengetahui apa yang terjadi dengan
kenazah ibunya.
Sedetik kemudian ia menengok ke belakang. Betapa pucat wajah Hasan,
melihat jenazah ibunya sudah dililit api, kemudian api itu menyelimuti
seluruh tubuh ibunya. Belum habis rasa herannya, sedetik kemudian dari
arah yang berlawanan, api menerpa wajah Hasan. Hasan ketakutan. Dengan
langkah seribu, ia pun bergegas meninggalkan tempat itu.
Demikian yang diceritakan Hasan kepada ulama itu. Hasan juga mengaku,
bahwa separuh wajahnya yang tertampar api itu kini berbekas kehitaman
karena terbakar. Ulama itu mendengarkan dengan seksama semua cerita yang
diungkapkan Hasan. Ia menyarankan, agar Hasan segera beribadah dengan
khusyuk dan meminta ampun atas segala perbuatan atau dosa-dosa yang pernah
dilakukan oleh ibunya. Akan tetapi, ulama itu tidak menceritakan kepada
Hasan, apa yang telah diceritakan oleh ibunya kepada ulama itu.
Ulama itu meyakinkan Hasan, bahwa apabila anak yang soleh itu memohon
ampun dengan sungguh-sungguh, maka bekas luka di pipinya dengan ijin Allah
akan hilang. Benar saja, tak berapa lama kemudian Hasan kembali mengabari
ulama itu, bahwa lukanya yang dulu amat terasa sakit dan panas luar biasa,
semakin hari bekas kehitaman hilang. Tanpa tahu apa yang telah dilakukan
ibunya selama hidup, Hasan tetap mendoakan ibunya. Ia berharap, apapun
perbuatan dosa yang telah dilakukan oleh ibunya, akan diampuni oleh Allh
SWT.
Semoga kisah nyata dari Mesir ini bisa menjadi pelajaran bagi kita semua.
Amien.
This email and any files transmitted with it are confidential and intended
solely for the use of the individual or entity to whom they are addressed.
If you have received this email in error please notify the system manager.
Please note that any views or opinions presented in this email are solely
those of the author and do not necessarily represent those of the company.
Finally, the recipient should check this email and any attachments for the
presence of viruses. The company accepts no liability for any damage
caused
by any virus transmitted by this email.
With Yahoo! Mail you can get a bigger mailbox -- choose a size that fits
your needs