Tiduri Aku…Ibu!!! (Kisah Nyata?)
.
…Tersentak hati Bu Dina mendengar permintaan anaknya. Anak laki-lakinya ingin ditiduri, ingin diberi kehangatan darinya….kehangatan seorang wanita. Kehangatan…hmm……
—oooOooo—
Sebagai
seorang wanita yang cantik, Dina memiliki hampir segala yang
diimpikan kaum wanita. Parasnya ayu, manies dan selalu enak dipandang.
Bentuk hidung, mata, alis, bulu mata hingga ke garis pipi yang
tertata indah bak bulu perindu diatas bintang timur diwaktu senja.
Posturnya tubuhnya sangat ideal untuk seorang wanita. Kulitnya yang
putih dan jenis rambutnya yang panjang hitam bergelombang menambah
nilai keaggunannya. Kemolekan lekuk tubuhnya menyebabkan ia sering
disebut wanita terseksi.
Dina, seorang wanita karir pada salah
satu perusahaan swasta besar di Ibukota, termasuk wanita yang cerdas.
Ditunjang pendidikan formalnya yang merupakan alumni Pasca Sarjana
Komunikasi Universitas ternama.
Loyalitas terhadap perusahaan
tidak diragukan lagi, sehingga menjadikan dirinya sebagai salah satu
’maskot’ pegawai diperusahaannya. Tak heran bila karirnya bagai
’rising’ star. belum sepuluh tahun bekerja, dia sudah menduduki
jabatan penting, setingkat Department Head (Kepala Bagian). Dikenal
dekat dengan bawahan. Suppel dan mampu berkomunikasi dengan baik
dengan jajaran pimpinan. Tipikal Dina selalu menjadi bahan pembicaraan
dikalangan pegawai, gunjingan hingga tentu saja ’fitnah’ dari
orang-orang yang tidak menyukainya. Apalagi ketika terdengar kabar
bahwa dia akan dipromosikan menjadi salah satu deputy kepala divisi.
’ah…paling dengan keseksiannya’ kata mereka yang tidak suka.
—oooOooo—
”Ibu mau kemana….?” tanya Fitri, puteri bungsunya
”Ibu mau berangkat ke kantor nak…” jawab Dina, sambil merapihkan pakaiannya
”Kok masih gelap bu….bareng ayah gak bu…?” tanya Fitri lagi dengan bahasa anak yang agak cadel
”Ayah khan belum pulang nak. Masih di Bandung…” jawab dina, tanpa memalingkan wajah dari cermin hiasnya
Jam
masih menunjukkan pk. 04.25 pagi. Hari masih gelap. Anak-anaknya
masih terlelap, kecuali Fitri yang terbangun karena mendengar suara
peralatan riasnya.
”Aku tidak boleh terlambat…aku harus tiba sebelum Bos dan Klienku datang..” pikir Dina dalam hati
”Bu, aku masih mau tidur….” kata Fitri
”Iyya nak….”
.Dina
mencium kening anak puteri satu-satunya itu. Dengan penuh kasih
sayang dipeluknya erat sambil berkata pelan, ”Nanti sekolah sama si
Mbok ya….sarapan disekolah juga gak apa-apa kok…Ibu harus berangkat
pagi-pagi…”
”Ah, Ibu…kemarin sudah pegi pagi…kemarinnya lagi
pagi, sekarang pagi lagi…” keluh Fitri, dengan menggeleng-gelengkan
kepalanya
”Fitri, Ibu bekerja juga untuk Fitri. Untuk sekolah
Fitri dan Adit…..untuk membelikan Fitri rumah-rumahan dan
masak-masakan…” jawab Dina pelan
”Tapi Ibu selalu pulang malam.
Fitri gak pernah tidur bareng Ibu. Makan sama si Mbok…sekolah juga
sama si Mbok….” keluh Fitri lagi sambil menggulingkan tubuhnya.
”Fitri, Ibu mau berangkat…..kamu berangkat sama si Mbok ya…!” seru Dina dengan sedikit keras dan wajah agak memerah.
Dina
segera keluar kamar. Dia memang tidur bersama anak puterinya yang
masih berusia tiga tahun. Ketika akan membuka pintu kamar, Dina
menyempatkan diri melihat raut wajahnya dicermin.
Terlihat jelas
rona merah diwajahnya. Warna kulitnya yang putih menambah kejelasan
’rona merahnya’. Dina menghela nafas panjang, kemarahan sesaat telah
merubah tutur bahasanya. Sudah merubah pula paras ayunya…
”Huh…Fitri
selalu membuat aku marah….Fitri sering memperlambat jalanku ke
kantor…” keluhnya sambil mengusap keringat didahinya.
”Ah sudah pk. 04.45…aku bisa terlambat …”
Dina
mempercepat langkahnya. Sampai diteras rumah keraguan muncul
dihatinya….Dia belum sempat bicara dengan Adit, anak sulungnya…
”Ah dia khan sudah tujuh tahun. Sudah lebih besar. Dia pasti ngerti lah…”
—oooOooo—
Presentasi
mengenai pengembangan perusahaan, khususnya bidang komunikasi,
kemitraan dan pemasaran yang dipaparkan Dina memdapatkan sambutan luar
biasa dari Stake Holder (Pemegang Saham, Komisaris, Jajaran Direksi
dan Mitra Kerja). Sambutan itu ditandai dengan tepuk tangan meriah
sambil berdiri dan ucapan selamat yang seolah tak putus.
Senyum
sumringah tersembul dari wajah Dina. Perasaan puas memenuhi rongga
hatinya. Dia menghela nafas panjang. Memejamkan mata sesaat….”Akhirnya
aku berhasil….”
Untung aku bisa mempersiapkan diri dengan baik. Untung juga aku tiba lebih awal sehingga bisa mengkondisikan semuanya…….
”Dina
selamat ya….tidak sia-sia kami menempatkan kamu sebagai Dept Head
Promosi & Kemitraan…..” kata seorang Direksi sambil menjabat erat
tangan Dina.
Jabatan tangan yang terasa ’lain’. Terasa ada
getaran ’hangat’ yang menjalar melalui jari-jari terus hingga pangkal
tangan, dan meluncur deras dihati. Jantung berdegup kencang…entah
perasaan apa itu. Yang jelas perasaan itu membuatnya pikirannya
’kacau’, hatinya diliputi oleh suatu misteri..entah misteri apa
”Dina,
kerja kamu luar biasa…..masih muda, cantik, jenius….tak salah jika
Perusahaan memberimu posisi tsb…..” kata seorang Komisaris
Pujian
komisaris menambah kencang degup jantungnya…seolah darah berhenti
mengalir. Seolah kaki sulit untuk digerakkan. Dengan menghirup nafas
pelan, Dina membalas pujian tsb
”Terima kasih Pak..terima kasih…semua berkat bantuan dan bimbingan Bapak…”
”Berapa usiamu sekarang… adakah 40…?” tanya Komisaris itu lagi
Dina tersipu malu…..rona merah kembali menghiasi wajahnya….
”Saya baru 34…. Pak…” jawab Dina sambil tertunduk malu
”Wow…Surprise…kita memiliki calon direksi termuda. Cantik, jenius dan ber-visi…semoga kamu sukses ya….”
Dina terkesima. Tak percaya. Calon direksi….? ah, gak mungkin… aku salah dengar….
—oooOooo—
Minggu, pk. 04.00 Dina terbangun.
Ohhhhh….lelah
pikiran dan badannya membuatnya agak sedikit malas untuk bangun.
Namun undangan stake holder untuk sekedar minum kopi pagi di Kafe
Padang Golf mengharuskan dia untuk segera bergegas…..
”Ah….ngantuknya…..”
Dina
kembali merahkan badannya….rasanya dia ingin meliburkan diri bersama
anak-anaknya….terutama Fitri yang kemarin membuatnya sedikit marah….
Tapi…undangan
Direksi dan Komisaris adalah sebuah ’Perintah’…laksana titah Raja
yang harus dijalankan, meskipun hanya ajakan sambil lalu…
”Ahhhh…..”
Dina
mulai menyiapkan diri. Mandi pagi dan sedikit bersolek….tampil agak
cantik dan…hmmmm..seksi dikit rasanya tidak apa-apa. Toh akan
bersantai bersama orang-orang penting ’penguasa’ kantor….’apalagi
bila….bila ada yg tertarik padaku…’ pikirnya..
’ah pikiran ngelantur…..’ pikirnya lagi
”Ibuuuu….Tolong tiduri aku Bu….” seru Adit sambil berjalan pelan dan membawa bantal guling yang sarung entah kemana
”Adiiit….?” tanyanya heran
”Adiit….” seru Dina kembali. Heran, tidak biasanya Adit bangun pagi dan pindah ke kamarnya.
”Ibuuu…tolong tiduri aku bu…semalam aku gak bisa tidur…aku kepikiran Ayah….aku ingin bermain bersama Ayah….”
”Adit. Hari ini Ibu masuk kantor….Ibu akan bertemu Bos di kantor…” jawab Dina
”Ibuuu…tolong
tiduri aku…aku ngantuk …pengen tidur bareng Ibu…” pinta Adit,
kemudian merebahkan kepalanya di pangkuan Dina, Ibundanya…
Dina
terdiam. Hatinya semakin membuncah….perasaan malas memenuhi undangan
Direksi kembali muncul….tapi motivasi untuk memperlihatkan loyalitas
demikian tinggi…dus, dia sudah berdandan seksi.
Diusap-usap
perlahan kepala Adit. Rambutnya yang sedikit ikal bergelombang mirip
seperti rambutnya. Bentuk wajahnya yang agak oval dan halus merujuk
pada ayahnya…
”ahhh..aku jadi ingat Mas Darman. Wajah
Adit mirip ayahnya….semalam dia memberi kabar kalau Meeting di
bandung diperpanjang karena banyak Klien baru yang ikut datang….”
bathin Dina dalam hati….seketika ia merasa bersalah dengan suaminya.
”Adiiit, Ibu harus pergi sayang…..Ibu harus masuk kantor…..”
”Tapi
buu…” Adit tidak bisa meneruskan kalimatnya, karena Dina mengangkat
kakinya perlahan, sehingga kepala Adit berpindah ke bagian pinggir
tempat tidur.
Dina meneruskan riasannya dimuka cermin
yang ada di sisi kanan tempat tidurnya. Bibirnya diolesi lipstick
tipis warna merah muda, sesuai dengan pakaian yang dikenakannya.
Pakaian terbaik yang dimilikinya, hadiah Ulang Tahun dari Mas Darman
suami tercinta.
”Mas Darman pasti akan silau bila
melihat aku sekarang. Pasti akan memujiku ’Cantiiik’..hehehe…sayang
dandananku saat ini untuk orang lain….”
”Huk..huk..huk..” suara batuk kecil beriak keluar dari mulut Adit
”Adiit, kamu batuk. Jajan apa kamu kemarin” tanya Dina sambil terus memainkan penghalus bedak dipipinya
”Huk..huk..huk..” suara itu kembali terdengar
“Mboookkk….tolong ambilkan air putih hangat. Adit batuk nih” teriak Dina dari dalam kamarnya
Tepat
pk. 05.00 Dina meluncur menuju Kafe Padang Golf. Perjalanan akan
memakan waktu 30 menit. Cukuplah. Karena pertemuan dan sarapan kopi
pagi baru akan dimulai pk. 06.00. Tapi biasanya banyak yang sudah
datang dengan perlengkapan stick golf, termasuk pemilihan ’caddy’
pendamping permainan golfnya nanti.
—oooOooo—
Dina
sangat menikmati suasana Kopi Paginya. Dia begitu cepat menyesuaikan
diri dengan lingkungannya. Tidak ada lagi perasaan canggung, malu
dan minder bercengkerama dengan jajaran Direksi, Komisaris dan
Pimpinan Unit Mitra Kerja. Apalagi dalam acara yang dikemas secara
informal ini. Seolah ia sudah menjadi bagian dari mereka. Jajaran
elit perusahaan.
”Penuhi jiwa ini dengan satu
rindu…rindu untuk mendapatkan rahmat-Mu…meski tak layak ku harap debu
Cinta-MU” ringtone HP Dina berbunyi….
”Maaf Pak,,,,,,,” Dina tak sanggup meneruskan kata-katanya untuk meminta ijin mengangkat Hpnya
”Silakan ..silakan….ini suasana santai kok” jawab salah seorang Direksi
”Permisi Pak”
”Meski
begitu ku akan bersimpuh… Penuhi jiwa ini dengan satu rindu…rindu
untuk mendapatkan rahmat-Mu….” ringtone itu terus berbunyi…
Ditempat yang agak jauh dari kerumunan orang Dina mengangkat Hpnya…
”Hallo….” sapanya
”Bu…kamu ada dimana sekarang….?” tanya suara disana dengan lembut
”Sedang bersama Direksi dan komisaris di kantor.. Yahas…” jawab Dina
Ohhh,…ternyata dari mas Darman, suaminya. Dina terbiasa memanggilnya Ayah, menyesuaikan diri dengan panggilan anak-anaknya
”Loch emangnya masuk… ?” tanya Mas Darman lagi
”Iyya Yah…”
”kapan pulangnya…Adit sakit di rumah kata si Mbok…”
”nanti siang…..atau mungkin juga sore…”
”Yaa sudah…biar Ayah saja yang pulang segera”
—oooOooo—
Pk. 15.30 Dina kembali kerumahnya.
Sarapan
Kopi Pagi di kafe Padang Golf ternyata diteruskan dengan acara ramah
tamah dan meeting informal dengan Mitra Kerja dan Klien. Beberapa
Kontrak Kerja ’deal’ setengah kamar dalam ramah tamah itu. Dina baru
mengetahui kalau banyak ’deal’ ’deal’ kontrak kerja yang putus di
Kafe, Padang Golf serta jamuan makan. Mungkin karena lebih santai dan
informal….pikirnya, sehingga lebih mudah untuk bicara dari hati ke
hati
Tiba di ujung jalan pemukiman, Dina melihat
banyak orang berduyun menuju satu rumah dengan membawa nampan,
rantang dan gelas-gelas kecil.
”Ada apa ini…?” tanya Dina dalam hati
Ada bendera kuning terikat di atas tiang listrik tepi jalan…
”Ohh ada yang meninggal….”
Dina mempercepat langkahnya. Ia juga ingin melayat. Ia tak ingin juga tertinggal dalam urusan sosial di lingkungannya….
Tak
berapa lama Dina tersentak. Kakinya kaku tak bisa digerakkan….dia
melihat banyak orang berkerumun dipekarangan rumahnya. Kebanyakan
ibu-ibu dan wanita yang mengenakan pakaian berwarna gelap dan
berkerudung. Bapak-bapak ada di ruang tengah…
”ohh…apakah…apakah…..”
”Tidaaaakkkkkkkkk”
Dina mencoba untuk berlari. Namun kakinya semakin sulit bergerak.
Air
mata Dina deras mengalir ketiak ia melihat seorang bapak berpeci
hitam dan berpakaian muslim putih sedang melantunkan ayat-ayat Qur’an.
Dari suaranya tersendat terlihat jelas bahwa Bapak itu menahan
tangis. Kadang sesegukan sesekali menghambat laju bacaan Qur’annya..
”Mas Darman…..Ayahhhhhh” seru Dina setengah berteriak
“Ayah siapa yang meninggal Yah….?” tanya Dina kepada Bapak yang sedang mengaji tadi
”Ayah..siapa yah….?” tanyanya lagi
Bapak tadi tidak menjawab. Telunjuk jarinya mengisyaratkan bahwa Dina bisa membuka kain kafan yang belum tertutup
Dengan sedikit merangkak, Dina berjalan tersendat, dan membuka kain kafan penutup wajah si mayit.
”Yaa Allah…Aadiiitttt” Dina langsung memeluk tubuh jenazah itu
”Maafkan
Ibu Nak….maafkan Ibu nak…….” teriak Dina keras, membuat seisi rumah
menoleh kepadanya. Bahkan beberapa orang yang berada di luar juga
berlari kearah rumah
”Adddiiiiittttt….Sini nak…Ibu akan tiduri kamu…Ibu akan tidur bersamamu Nak…..”
”Addiiittttt bangun nak..Ibu sudah pulang…Ibu sudah pulang nak….”
”Ibu ingin tidur bersama mu….”
Dina
meraung keras seperti anak kecil yang kehilangan orang tuanya….air
matanya mengalir deras. Tak kuasa menahan sedih. Rasanya ingin sekali
ia menggoyang-goyangkan tubuh kaku itu agar kembali bergerak….namun
Mas Darman segera merangkulnya. Memeluknya. Dan mencium keningnya…
”Bu….ini salah kita..salah Ayah….Ayah terlalu sering meninggalkan keluarga..”
”Bukan Yah…ini salah Ibu…tadi pagi Adit minta ditemani tidur, tapi Ibu tolak…”
”Ya sudahlah…ini salah kita semua. Adit terkena paru-paru basah akut. Dan terlambat ditolong…..”
—oooOooo—
Anak,
isteri, suami dan keluarga adalah perhiasan dunia. Perhiasan yang
paling indah adalah istri yang sholeh (Amar’atush-Sholihah), suami
yang adil (’imamun ’adilun) dan anak-anak yang mendoakan orang tuanya
(awaladdun sholihin yad’ulah)
Salam ukhuwah elha
www.jangankedip.blogspot.com