Panggil saja aku Anis, tentu bukan
nama sesungguhnya. Aku salah seorang siswi SMA di salah satu sekolah islam
ternama di Semarang. Perawakanku sedang-sedang saja, dengan tinggi 160cm dan
berat 40kg. Aku terbiasa memakai jilbab sejak SMP, bukan karena aturan di
sekolah, tapi orang tuaku sudah memberi contoh padaku sejak kecil kalau memakai
jilbab bagi wanita adalah suatu kewajiban. Ibuku sering mengisi pengajian di
berbagai daerah. Kalau hari jum'at beliau mengisi pengajian untuk ibu-ibu
komplek, jum'at lalu acara diadakan di rumah, dan jum'at ini berarti giliran di
rumahnya Bu Dewi yang letaknya di ujung komplek.
Sedangkan ayahku tak jauh beda dengan ibuku, selain sebagai pengusaha, beliau
juga mempunyai jadwal tersendiri untuk mengisi khotbah jum'at di masjid komplek
yang letaknya di belakang rumah. Selain itu kadang beliau juga di daulat untuk
menjadi imam di masjid tersebut. Jadi bisa dibilang keluarga kami ini merupakan
keluarga yang sangat religius. Bukan bermaksud membanggakan keluarga, tapi
warga sekitar yang memberi julukan tersebut pada keluarga kami.
Sekolahku cukup jauh juga letaknya dari rumah, ada sekitar 15km-an.. Jadi kalau
jalan kaki ya pasti capek, untungnya aku nggak jalan kaki kalau ke sekolah, ada
ayahku yang slalu mengantar dan menjemputku. Suatu pagi saat mengantarkan aku
ke sekolah ayah pernah bilang kalau pekerjaan ayah sebenarnya adalah
"Ternak Teri", sempet bingung juga waktu itu mendengar pernyataan
ayah, apa dia ganti profesi jadi peternak??? eh ternyata maksudnya Ternak Teri
itu nganter anak nganter istri, wkwkw kontan aku dan ayah tertawa
terbahak-bahak di dalam mobil, bisa saja ne ayah, dia emang orangnya humoris,
ini yang membuatku nyaman jika curhat dengan beliau. Kehidupanku sangatlah bahagia,
ayah begitu memanjakan aku, begitu pula ibuku, selalu menuruti apapun yang aku
mau, mungkin karena aku anak satu-satunya, jadi mereka sayang banget sama aku.
Setiap hari sabtu ayah dan ibu pergi ke luar kota untuk mengontrol perusahaan
yang ada di sana. Sebetulnya aku pengen ikut, tapi tidak diperbolehkan, mereka
bilang sekolah lebih penting. Ya udah di rumah deh. Aku di rumah nggak
sendirian, karena ada pak Tejo dan mbok Darmi. Mbok Darmi bertugas mencuci,
masak, dan bersih-bersih rumah, pokoknya urusan rumah tangga. Sedang pak Tejo
adalah sopir dan pengurus taman kami. Hari sabtu ini Mbok Darmi ijin pulang
dulu karena dia dapat kabar kalau anaknya sakit. Untung Pak Tejo nggak ngantar
ayah dan ibu pergi, jadi aku di rumah berdua ama Pak Tejo.
Pak Tejo memiliki tubuh yang tinggi, kalau aku taksir sih sekitar 170cm-an,
berbadan kekar dan kelihatan masih segar bugar meski usianya sudah kepala 5.
Mungkin itu yang membuat dia bisa mempunyai 2 istri. Sabtu malam ini agak
berbeda, bukan cuma cuaca yang membuatku gerah berada di ruang tv bersama pak Tejo,
tapi karena Mbok Darmi tidak membuatkan makan malam sebelum meninggalkan rumah
tadi. Tak ayal kami semua merasa lapar. Lantas aku segera menelpon ibu untuk
menanyakan letak warung soto yang kemarin dia bungkuskan sotonya buat aku.
Ternyata warung tersebut cukup jauh juga dari rumah, dan aku pun meminta tolong
pak Tejo untuk mengantarku ke sana. Cukup lama juga Pak Tejo diam berfikir,
bukan karena tak tau jalan ke sana tapi karena motor yang akan dipakai ke sana
tidak ada lampunya, sedang katanya jalan ke sana juga jelek. Ah masa bodo
pikirku, orang udah lapar juga, aku pun memaksa pak Tejo untuk ke sana,
akhirnya dia mau meski sudah banyak memperingatkanku.
Perjalanan ke sana ternyata emang sangat menyakitkan, karena jalannya
bertul-betul parah. Tapi tak apa, demi soto yang enak itu. Sekitar 30 menit
perjalanan akhirnya sampai juga di sana, aku pun bersyukur karena tidak terjadi
apa-apa baik pada motor, aku dan pak Tejo. Tapi di warung itu ternyata rame
banget, penuh sekali pengunjungnya. Namun tekadku sudah bulat untuk tetap beli
di warung tersebut.
Dan akhirnya setelah sekitar satu jam menunggu, soto pesanan kami sudah jadi,
aku tidak makan di sana, tapi membawanya pulang untuk disantap di rumah. Dalam
perjalanan pulang aku agak sedikit takut dan khawatir karena jalannya yang
gelap serta jelek dan berbatu. Dan yang aku khawatirkan pun terjadi, pak Tejo
entah lupa atau tidak tahu kalau di jalan tikungan yang ada pohonnya itu ada
lubang yang cukup gede, dan kami pun terperosok. Pak Tejo terlempar ke depan,
sedangkan aku tertindih motor di lubang, sialnya knalpot motor yang panas itu
tepat berada di atas kakiku dan sayur soto yang masih panas itu juga tumpah di
tangan dan sebagian kena muka. Kontan aku menjerit merasakan panas dan sakit
tertindih motor. Selanjutnya aku tidak ingat apa-apa lagi. Karena waktu aku
bangun aku sudah ada di rumah sakit ditemani ayah, ibu dan pak Tejo yang tampak
sedikit diperban tangannya.
Kata dokter sih tulang di kakiku ada yang retak, tapi tidak terlalu serius
juga. Sedang tangan dan wajahku menderita luka bakar yang cukup serius. Tapi
lagi-lagi dokter memberiku angin segar karena luka bakar itu bisa dia sembuhkan
total, dan bekasnya pun akan hilang meski harga obatnya sangatlah mahal, namun
orang tuaku tidak mempermasalahkan hal itu, yang penting aku bisa sembuh total.
Huft,,,,,sungguh cerita yang sangat panas, tersiram sayur soto, dan terkena
knalpot motor. Dan bisa dikata cerita dewasa, karena pelakunya sudah pada dewasa,
selain itu kalau anak kecil yang terkena knalpot dan tersiram sayur panas pasti
nangis kenceng banget. Cerita panasku dengan Pak Tejo ini tak akan kulupa
sampai kapanpun. Dan merupakan pengalaman yang sangat luar biasa sekali agar
aku lebih berhati-hati dalam bertindak dan tidak gegabah.
Terima Kasih Anda Baru saja membaca Artikel yang Berjudul Cerita Panas Gadis SMA Berjilbab Dengan Pembantunya (Cerita Dewasa) Jika menurut anda bermanfaat Silahkan di share ke yg lain, Jangan lupa Tinggalkan jejak di form komentar atau Buku tamu, Semoga bermanfaat
Salam Ukhuwah..!!!